Parasetamol adalah golongan
obat analgesik non opioid yang dijual secara bebas. Indikasi parasetamol adalah
untuk sakit kepala, nyeri otot sementara, sakit menjelang menstruasi, dan
diindikasikan juga untuk demam. Obat ini menjadi pilihan analgesik yang relatif aman bila
dikonsumsi dengan benar sesuai petunjuk penggunaan.
Parasetamol boleh dikonsumsi
tidak lebih dari 5 hari untuk anakanak, dan 10 hari untuk dewasa dengan dosis
seperti pada tabel. Perlu diingat bahwa penggunaan parasetamol adalah antara
lain untuk mengatasi rasa sakit, sementara rasa sakit itu sendiri adalah
manifestasi dari suatu penyakit, artinya obat ini hanya menghilangkan gejala
yang timbul tanpa mengobati penyebab penyakit. Banyak kesalahan dalam
mengkonsumsi obat ini, karena obat digunakan secara terus menerus untuk
menghilangkan gejala rasa sakit yang timbul. Misalnya seorang yang sering
merasakan sakit kepala, untuk mengatasi sakit kepalanya selalu minum
parasetamol. Bila gejala yang dirasakan tidak hilang setelah efek obat habis,
yang bersangkutan seharusnya segera konsultasi ke dokter untuk dicari penyebab
penyakitnya sehingga dapat diobati penyebabnya dengan benar. Karena parasetamol
merupakan obat bebas yang digunakan secara luas oleh masyarakat, maka
kemungkinan terjadinya kesalahan dalam penggunaan yang dapat menyebabkan
keracunan parasetamol cukup besar, sehingga dirasa perlu untuk memberikan
informasi mengenai cara untuk mengatasi keracunanparasetamol sebagai edukasi
untuk mencegah terjadinya keracunan obat tersebut.
Farmakokinetik
Parasetamol
yang diberikan secara oral diserap secara cepat dan mencapai kadar serum
puncak dalam waktu 30 120 menit. Adanya makanan dalam lambung akan sedikit
memperlambat penyerapan sediaan parasetamol lepas lambat. Parasetamol
terdistribusi dengan cepat pada hampir seluruh jaringan tubuh. Lebih kurang 25%
parasetamol dalam darah terikat pada protein plasma. Waktu paruh parasetamol
adalah antara 1,25 - 3 jam. Penderita kerusakan hati dan konsumsi parasetamol
dengan dosis toksik dapat memperpanjang waktu paruh zat ini. Parasetamol
diekskresikan melalui urine sebagai metabolitnya, yaitu asetaminofen
glukoronid, asetaminofen sulfat, merkaptat dan bentuk yang tidak berubah.
Mekanisme
keracunan
Sebagaimana
juga obat-obat lain, bila penggunaan parasetamol tidak benar, maka
berisiko menyebabkan efek yang tidak diinginkan. Parasetamol dalam jumlah 10 -
15g (20-30 tablet) dapat menyebabkan kerusakan serius pada hati dan ginjal.
Kerusakan fungsi hati juga bisa terjadi pada peminum alkohol kronik yang
mengkonsumsi parasetamol dengan dosis 2g/hari atau bahkan kurang dari itu.
Keracunan parasetamol disebabkan karena akumulasi dari salah satu metabolitnya
yaitu Nacetyl- p-benzoquinoneimine (NAPQI), yang dapat terjadi karena
overdosis, pada pasien malnutrisi, atau pada peminum alkohol kronik.
Penegakan
Diagnosa
Penegakan
diagnosa keracunan parasetamol dilakukan setelah mendapatkanriwayat/anamnesa
yang jelas dari korban maupun saksi (keluarga atau penolong). Saat melakukan
anamnesa, tenaga medis harus menanyakan apakah korban sedang menjalani terapi
menggunakan obat-obatan yang bersifat menginduksi enzim CYP2E1 (seperti
isoniazid), atau obat-obatan yang meningkatkan metabolisme enzim CYP450
(seperti fenobarbital dan rifampisin). Selain itu harus diketahui
jugaapakah pasien mempunyai riwayat mengkonsumsi alkohol secara kronik serta periksa
kondisi pasien, apakah pasien tersebut mengalami malnutrisi. Pemberian antidot
(Nasetilsistein) dilakukan setelah mendapatkan hasil konsentrasi parasetamol
dalam plasma pada pasien maksimal 4 jam setelah parasetamol ditelan.
Penatalaksanaan
Beberapa
tindakan yang dapat dilakukan sebagai pertolongan pertama saat menemukan korban
yang dicurigai keracunan parasetamol adalah sebagai berikut:
-
rangsang muntah (tindakan ini hanya efektif bila parasetamol baru ditelan atau
peristiwa tersebut terjadi kurang dari 1 jam sebelum diketahui)
-
berikan arang aktif dengan dosis 100 gram dalam 200 ml air untuk orang dewasa
dan larutan 1 g/kg bb untuk anak-anak.
Bila
kadar serum parasetamol di atas garis toksik (lihat nomogram) maka
N-asetilsistein dapat mulai diberikan dengan loading dose 140mg/kg BB secara
oral, lalu dosis berikutnya 40 mg/kg BB diberikan setiap 4 jam. Larutkan
asetilsistein ke dalam air, jus atau larutan soda.
Bila
terjadi muntah spontan, maka pemberian asetilsistein dapat dilakukan melalui
sonde lambung (nasogastric tube) atau berikan metoklopramid pada pasien untuk
mengatasi kondisi muntah tersebut. Terapi asetilsistein paling efektif bila
diberikan dalam waktu 8-10 jam pasca penelanan parasetamol. N-asetilsistein
harus diberikan secara hati-hati dengan memperhatikan kontraindikasi dan
riwayat alergi pada korban, terutama riwayat asthma bronkiale.
Keracunan
parasetamol perlu ditatalaksana secara serius dan tepat meskipun korban tidak
menampakkan gejala keracunan. Dengan tatalaksana yang tepat kerusakan akibat
keracunan yang mungkin timbul dapat diminimalisir, bahkan sebelum gejala
keracunan tersebut terdeteksi. Apabila dicurigai telah terjadi keracunan
parasetamol, segera hubungi Sentra Informasi Keracunan atau dokter setempat
untuk mendapatkan informasi dan petunjuk seputar penanganan keracunan.
dr.
Meilandna M Ulli
-
Sentra Informasi Keracunan Nasional-
Pustaka:
1.
Olson, K. R., Poisoning and Drug Overdose 5th ed, McGraw-Hill Inc., 2007, p.
68-71.
2. Tierney, L.M., Current
Medical Diagnosis and Treatment 43rd ed, McGraw-Hill Inc, 2004, p. 1555-1556.
3. AHFS 2010
4. IONI
2008
6.
Http://poisons.co.nz/fact.php?f=33&c=21 (di unduh Mei 2010)
0 komentar:
Posting Komentar